Sekilas.co – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perdagangan Jumat bergerak menguat di tengah sentimen positif dari revisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 dan 2026. Pergerakan indeks ini mencerminkan optimisme pasar terhadap prospek ekonomi domestik, meskipun sejumlah tekanan global masih membayangi.
IHSG dibuka menguat sebesar 11,10 poin atau 0,14 persen ke level 8.051,76. Namun, berbeda dengan IHSG, indeks 45 saham unggulan atau LQ45 justru mengalami penurunan tipis 1,84 poin atau 0,23 persen ke posisi 793,86. Perbedaan pergerakan kedua indeks ini menunjukkan adanya rotasi sektor yang dilakukan investor, terutama di tengah ketidakpastian pasar global.
Kepala Riset Phintraco Sekuritas, Ratna Lim, menilai IHSG berpotensi untuk melanjutkan pola koreksi teknikal dengan menguji level support di kisaran 7.980–8.000. Menurutnya, penguatan yang terjadi saat ini lebih banyak ditopang oleh sentimen makroekonomi domestik, terutama dari kabar baik mengenai revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dari sisi domestik, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) baru saja menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 menjadi 4,9 persen year on year (yoy) dari perkiraan sebelumnya 4,7 persen (yoy). Proyeksi untuk 2026 juga direvisi naik menjadi 4,9 persen (yoy) dari sebelumnya 4,8 persen (yoy). Meski demikian, OECD juga memperkirakan inflasi Indonesia akan meningkat, yakni dari 1,9 persen (yoy) pada 2025 menjadi 2,7 persen (yoy) pada 2026, terutama akibat tekanan depresiasi nilai tukar rupiah.
Dari mancanegara, pasar global mendapat kejutan dari data ekonomi Amerika Serikat (AS). Produk Domestik Bruto (PDB) AS pada kuartal II-2025 tercatat tumbuh 3,8 persen secara kuartalan (qoq), berbalik arah dari kontraksi 0,6 persen (qoq) pada kuartal I-2025, dan jauh lebih tinggi dari perkiraan analis sebesar 3,3 persen (qoq). Data ini semakin menurunkan ekspektasi pasar terhadap kemungkinan penurunan suku bunga acuan The Fed dalam waktu dekat. Kondisi tersebut mendorong kenaikan yield obligasi pemerintah AS yang menjadi sentimen negatif bagi saham-saham sektor teknologi di Wall Street.
Selain itu, data Initial Jobless Claims pekan lalu menunjukkan penurunan menjadi 218.000 dari sebelumnya 232.000, mengindikasikan pasar tenaga kerja AS masih cukup solid. Saat ini, pelaku pasar tengah menantikan rilis data inflasi Personal Consumption Expenditure (PCE) AS pada Jumat, yang diperkirakan meningkat menjadi 0,3 persen month to month (mtm) dari 0,2 persen (mtm) pada Juli 2025, atau naik menjadi 2,7 persen year on year (yoy) dari 2,6 persen (yoy) pada Juli.
Sementara itu, perkembangan politik di AS juga turut menjadi perhatian investor global. Presiden AS Donald Trump baru saja menandatangani perintah eksekutif untuk menyetujui proposal senilai 14 miliar dolar AS terkait masa depan TikTok. Kesepakatan ini mewajibkan induk perusahaan TikTok, ByteDance, untuk melepas sebagian besar sahamnya di operasi AS, sehingga kepemilikannya akan turun menjadi kurang dari 20 persen. Sebuah perusahaan patungan baru akan mengelola bisnis TikTok di AS, meski keputusan final masih menunggu persetujuan pemerintah China.
Dari pasar global lainnya, bursa saham Eropa pada Kamis (25/9/2025) ditutup melemah serempak. Indeks Euro Stoxx 50 melemah 0,30 persen, indeks FTSE 100 Inggris turun 0,39 persen, indeks DAX Jerman terkoreksi 0,56 persen, dan indeks CAC Prancis melemah 0,41 persen.
Bursa saham AS juga kompak bergerak negatif pada perdagangan Kamis. Indeks S&P 500 turun 0,50 persen ke level 6.604,72, indeks Nasdaq terkoreksi 0,5 persen ke 22.384,70, sedangkan indeks Dow Jones melemah 0,38 persen ke posisi 45.947,32.
Dari kawasan Asia, pergerakan bursa saham pada Jumat pagi tercatat bervariasi. Indeks Nikkei Jepang melemah 79,93 poin atau 0,17 persen ke posisi 45.682,50, indeks Shanghai terkoreksi 14,88 poin atau 0,40 persen ke 3.838,20, indeks Hang Seng Hong Kong turun 271,68 poin atau 1,01 persen ke 26.248,55. Sementara itu, indeks Strait Times Singapura justru menguat 9,34 poin atau 0,20 persen ke posisi 4.282,13.
Dengan berbagai dinamika tersebut, analis menilai arah pergerakan IHSG dalam jangka pendek masih dipengaruhi oleh kombinasi faktor domestik dan eksternal. Kenaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi RI memang memberi sentimen positif, namun volatilitas global tetap menjadi tantangan bagi investor.





