Sekilas.co – Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) yang dialami sejumlah SPBU swasta dalam sebulan terakhir turut mempengaruhi persepsi investor terhadap saham emiten pengelola SPBU, PT AKR Corporindo Tbk. (AKRA).
AKR Corporindo diketahui mengelola jaringan SPBU ritel melalui anak usaha PT Aneka Petrindo Raya (APR), perusahaan patungan (joint venture) antara AKR dengan BP (British Petroleum).
Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menilai isu kelangkaan BBM tersebut memang menjadi sentimen negatif bagi AKRA, meskipun dampaknya hanya bersifat jangka pendek.
“Penurunan harga saham AKRA lebih mencerminkan reaksi sementara dari kekhawatiran investor, bukan perubahan fundamental yang signifikan,” ujar Ekky kepada Bisnis, Senin (13/10/2025).
Pada perdagangan hari yang sama, saham AKRA tercatat terkoreksi 1,36% ke level Rp1.090. Dalam sebulan terakhir, harga saham AKRA telah melemah 9,54%, sejalan dengan isu kelangkaan pasokan BBM di SPBU swasta yang muncul sejak akhir Agustus 2025.
Menurut Ekky, ada peluang perbaikan persepsi pasar dalam waktu dekat, terutama setelah muncul kabar bahwa AKRA berpotensi menjalin kesepakatan pembelian base fuel dari Pertamina. “Kabar ini menjadi titik terang yang dapat meredam tekanan terhadap harga saham AKRA,” ujarnya.
Persoalan kelangkaan BBM di SPBU swasta sebelumnya telah dibahas dalam pertemuan antara pelaku usaha, kementerian terkait, dan DPR. Setelah melalui diskusi panjang, Pertamina mengonfirmasi pada 6 Oktober 2025 bahwa AKR Corporindo sepakat menindaklanjuti rencana pembelian base fuel dari Pertamina.
Kelangkaan pasokan BBM di SPBU swasta dipicu oleh tingginya permintaan, meski pemerintah sebenarnya telah menambah alokasi impor sebesar 10% tahun ini. Ketika stok menipis, SPBU swasta mengajukan permohonan tambahan impor, namun belum disetujui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Sebagai solusi, pemerintah menawarkan opsi pembelian base fuel dari Pertamina. Namun, hingga kini realisasi belum terjadi karena stok base fuel yang disiapkan Pertamina untuk sektor swasta, sekitar 100.000 barel, mengandung etanol 3,5%, sehingga memerlukan penyesuaian teknis.
Ekky menilai, jika kerja sama AKR-Pertamina terealisasi, maka stabilitas pasokan BBM AKRA akan lebih terjamin tanpa perlu bergantung pada mekanisme impor yang berisiko tinggi akibat fluktuasi harga global dan kendala regulasi. Ia optimistis sentimen negatif yang melanda saham AKRA akan mereda. “Setelah koreksi yang terjadi, harga saham AKRA berpotensi kembali menarik untuk diakumulasi bertahap, terutama bila distribusi BBM kembali normal,” katanya.
Berdasarkan data Bloomberg Terminal, sebanyak 20 dari 21 analis (95,2%) merekomendasikan buy untuk saham AKRA dengan target harga Rp1.582, yang mencerminkan potensi imbal hasil sekitar 43,8% dari harga saat ini Rp1.100. Sementara itu, satu analis lainnya memberikan rekomendasi hold. Dalam 12 bulan terakhir, saham AKRA tercatat telah terkoreksi 22,8%.
Strategi Ekspansi AKRA
Direktur & Corporate Secretary AKRA, Suresh Vembu, mengatakan bahwa peluang bisnis penjualan BBM secara ritel di Indonesia masih sangat besar. Menurutnya, saat ini baru terdapat sekitar 8.000 SPBU yang melayani 280 juta penduduk, dengan partisipasi swasta baru mencapai 3% dari total pasar.
Pendapatan dari penjualan BBM, lanjut Suresh, menjadi salah satu sumber utama dalam segmen perdagangan dan distribusi AKRA, yang mencakup penjualan BBM untuk kebutuhan B2B (business-to-business) maupun B2C (business-to-consumer). Untuk sektor industri, AKRA memasok jenis BBM seperti B40, biodiesel, dan bahan bakar bagi industri pengolahan sumber daya mineral, perkebunan, transportasi, serta manufaktur.
Sementara itu, untuk segmen ritel, AKRA melalui kemitraan dengan BP telah memiliki 70 SPBU BP-AKR yang tersebar di berbagai wilayah, antara lain Jakarta (23 SPBU), Bodetabek (30), Bandung (4), Surabaya (11), dan Malang (2). SPBU tersebut menjual produk BBM seperti RON 92, RON 95, hingga diesel.
Berdasarkan laporan keuangan semester I/2025, AKRA mencatat pendapatan Rp21,42 triliun, meningkat dari Rp18,65 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Segmen perdagangan dan distribusi berkontribusi sebesar Rp19,65 triliun, tumbuh 13,65% (YoY), dengan kontribusi terhadap total pendapatan mencapai 91,74%.
“Di segmen B2C kami juga terus meningkatkan suplai ke ritel dan memperluas jaringan SPBU BP-AKR,” kata Suresh dalam public expose daring beberapa waktu lalu.
Ia menegaskan, segmen perdagangan dan distribusi tetap menjadi pilar utama bisnis AKRA, di samping pengembangan kawasan industri Java Integrated Industrial & Port Estate (JIIPE) di Gresik, Jawa Timur, yang telah berstatus Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
“Untuk sisa tahun 2025 hingga 2026, kami berkomitmen memperkuat jaringan distribusi BBM dan bahan kimia dasar di seluruh Indonesia,” pungkas Suresh.





