Bahlil Soal RUU Migas dan RUU EBT: Kalau DPR Mau Gas Silakan

foto/istimewa

sekilas.co – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa penyusunan RUU Migas dan RUU Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) merupakan inisiatif DPR. Pemerintah, menurut dia, saat ini fokus pada pencapaian target yang telah ditetapkan dalam APBN.

“RUU itu inisiatifnya DPR. Kalau mau gas, gas saja. Jangan bola pingpong. Saya fokus menjalankan perintah Presiden Prabowo dan mencapai KPI yang sudah ditetapkan,” ujar Bahlil dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR pada Selasa, 11 November 2025.

Baca juga:

Hal ini menanggapi pernyataan Dipo Nusantara Pua Upa dari Komisi XII DPR RI, yang menyoroti perlunya harmonisasi regulasi di sektor energi agar selaras dengan agenda transisi energi dan target net zero emission pada 2060. Ia menilai bahwa aturan setingkat undang-undang penting sebagai dasar kebijakan yang jelas dan terarah.

Legislator Partai Kebangkitan Bangsa itu mempertanyakan peran Biro Hukum Kementerian ESDM dalam menyiapkan kebijakan yang mendukung transformasi energi, termasuk penyusunan peta jalan harmonisasi regulasi untuk mempercepat investasi energi baru terbarukan (EBT).

Ia juga menekankan pentingnya penyederhanaan perizinan di sektor sumber daya mineral agar program strategis nasional 2025 tidak terhambat, serta meminta agar kebijakan energi memiliki kepastian hukum, terutama terkait tarif dan skema bagi hasil migas.

Lebih jauh, Bahlil menyatakan bahwa kedua RUU tersebut penting untuk memperkuat ketahanan energi jangka panjang, dengan catatan koordinasi dan sinkronisasi tetap dijaga. “Saya berpandangan dua RUU ini baik untuk masa depan energi. Tapi untuk sekarang saya fokus pada target pemerintah.”

RUU Migas dan RUU EBT masuk dalam program legislasi nasional jangka menengah 2025. Sebelumnya, pembahasan kedua aturan ini sempat berjalan di Komisi VII pada 2024, namun belum mencapai tahap pengesahan.

DPR menyatakan pembahasan revisi UU Migas akan dimulai akhir tahun ini. Anggota Komisi XII, Eddy Soeparno, menuturkan revisi tersebut antara lain akan menghadirkan badan baru pengganti SKK Migas dan menyentuh lebih dari 50 persen substansi undang-undang yang berlaku saat ini.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XII, Sugeng Suparwoto, menyebut revisi tersebut merupakan tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, yang memerintahkan pembentukan badan usaha khusus pengelola hulu migas sekaligus perbaikan tata kelola lifting minyak nasional.

“Dalam putusannya, MK memerintahkan harus dibentuk badan usaha khusus; inilah yang sedang kita bahas tadi. Dan kedua, harus ada pengaturan agar lifting minyak dan perbaikan di sektor hulu bisa dilakukan,” ujarnya saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 15 Juli 2025.

Artikel Terkait