Lebih jauh, Bahlil menyatakan bahwa kedua RUU tersebut penting untuk memperkuat ketahanan energi jangka panjang, dengan catatan koordinasi dan sinkronisasi tetap dijaga. “Saya berpandangan dua RUU ini baik untuk masa depan energi. Tapi untuk sekarang saya fokus pada target pemerintah.”
RUU Migas dan RUU EBT masuk dalam program legislasi nasional jangka menengah 2025. Sebelumnya, pembahasan kedua aturan ini sempat berjalan di Komisi VII pada 2024, namun belum mencapai tahap pengesahan.
DPR menyatakan pembahasan revisi UU Migas akan dimulai akhir tahun ini. Anggota Komisi XII, Eddy Soeparno, menuturkan revisi tersebut antara lain akan menghadirkan badan baru pengganti SKK Migas dan menyentuh lebih dari 50 persen substansi undang-undang yang berlaku saat ini.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XII, Sugeng Suparwoto, menyebut revisi tersebut merupakan tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, yang memerintahkan pembentukan badan usaha khusus pengelola hulu migas sekaligus perbaikan tata kelola lifting minyak nasional.
“Dalam putusannya, MK memerintahkan harus dibentuk badan usaha khusus; inilah yang sedang kita bahas tadi. Dan kedua, harus ada pengaturan agar lifting minyak dan perbaikan di sektor hulu bisa dilakukan,” ujarnya saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 15 Juli 2025.