Sekilas.co – Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana untuk melakukan diskusi dengan penyedia indeks global MSCI terkait rencana perubahan metodologi perhitungan free float dalam indeks MSCI yang melibatkan sejumlah saham Indonesia. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk upaya BEI memastikan bahwa penerapan metodologi baru tersebut tidak menimbulkan dampak negatif berlebihan terhadap pasar modal nasional.
Kepala Divisi Pengembangan Bisnis 2 BEI, Ignatius Denny Wicaksono, menjelaskan bahwa pihaknya saat ini tengah berkoordinasi erat dengan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) untuk memastikan seluruh data yang dibutuhkan oleh MSCI dan penyedia indeks lainnya dapat tersaji secara akurat dan konsisten. Data tersebut terutama berkaitan dengan saham dalam bentuk script (script shares) yang selama ini belum seluruhnya tercatat dalam sistem KSEI.
“Kami sedang bekerja sama dengan KSEI untuk memastikan data terkait script dapat dijadikan acuan yang valid. Dengan begitu, pengguna indeks seperti MSCI dan FTSE bisa memiliki pemahaman yang sama dalam menghitung free float,” ujar Denny dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Lebih lanjut, Denny menuturkan bahwa BEI juga berencana melakukan dialog langsung dengan MSCI untuk menyamakan persepsi terkait perubahan tersebut. Ia menegaskan, komunikasi dengan MSCI penting agar kebijakan yang diterapkan tetap proporsional dan tidak menimbulkan interpretasi berlebihan yang justru dapat mengganggu stabilitas pasar.
“Kami ingin memastikan bahwa harapan dan pandangan mereka sejalan dengan kondisi pasar modal Indonesia. Jangan sampai ada sesuatu yang diterapkan secara berlebihan, padahal sebenarnya tidak ada masalah mendasar di pasar kita,” jelasnya.
Denny menambahkan, BEI terus berkomitmen mendorong perusahaan-perusahaan publik di Indonesia agar dapat masuk ke dalam indeks-indeks global seperti MSCI dan FTSE. Menurutnya, hal itu penting untuk meningkatkan daya tarik pasar modal Indonesia di mata investor internasional.
“Kami berharap pelaku pasar tidak khawatir terhadap perubahan-perubahan ini. Harapan kami, pasar tetap percaya diri (confident) terhadap pasar modal Indonesia. Kita semua bekerja sama untuk menyediakan yang terbaik, baik bagi investor maupun penyedia indeks global,” ujarnya.
Sebagai informasi, MSCI sebelumnya telah mengumumkan rencana pembaruan metodologi perhitungan free float untuk saham–saham Indonesia. Lembaga penyedia indeks global tersebut tengah melakukan simulasi dua skenario perhitungan baru, yang berpotensi memengaruhi bobot saham Indonesia dalam indeks mereka.
Pada skenario pertama (proposed methodology), MSCI akan memperhitungkan script shares, yakni saham yang belum tercatat di KSEI, serta kepemilikan korporasi lokal dan asing sebagai non-free float. Dalam model ini, sejumlah saham unggulan mengalami penurunan Free Float Inclusion Factor (FIF) yang cukup signifikan.
Misalnya, saham BBCA turun dari 0,45 menjadi 0,325, AMMN dari 0,20 menjadi 0,075, dan GOTO dari 0,75 menjadi 0,45.
Dampaknya, porsi saham publik yang diakui MSCI akan mengecil, dan kapitalisasi pasar yang diakui MSCI juga menurun. Berdasarkan simulasi, sekitar 13% dari total bobot indeks MSCI Indonesia akan mengalami perubahan jika metodologi ini diterapkan.
Sementara itu, pada skenario kedua (alternate methodology), penurunan FIF diproyeksikan akan lebih moderat. Dalam simulasi ini, MSCI hanya memperlakukan script shares dan saham korporasi sebagai non-free float, tanpa memperhitungkan komponen “others” lokal maupun asing.
Dampaknya lebih ringan, dengan BBCA turun dari 0,45 menjadi 0,40, AMMN dari 0,20 menjadi 0,11, dan ASII dari 0,50 menjadi 0,425. Secara keseluruhan, hanya sekitar 5% dari bobot indeks yang akan mengalami perubahan jika skenario ini digunakan.
Perubahan metodologi ini tengah menjadi perhatian serius bagi otoritas pasar modal Indonesia, mengingat dampaknya bisa berpengaruh terhadap persepsi investor global dan pergerakan arus modal asing. BEI berharap, melalui komunikasi intensif dengan MSCI, akan tercapai kesepahaman yang mampu menjaga stabilitas dan kredibilitas pasar modal nasional, tanpa mengurangi kualitas transparansi data yang menjadi standar global.





