Ekonom Desak Pemerintah Lakukan Reformasi Sektoral untuk Pulihkan Daya Beli di Tengah Likuiditas Melimpah

foto/arie pratama

Sekilas.co – Pemerintah perlu memperkuat koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk mendorong reformasi sektoral secara menyeluruh. Langkah ini dinilai penting untuk mengembalikan daya beli masyarakat yang sedang tertekan akibat permintaan domestik yang melemah dalam beberapa waktu terakhir.

Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, menjelaskan bahwa berbagai kebijakan dari sisi penawaran (supply side) sebenarnya telah digulirkan pemerintah dan memberikan dukungan yang cukup besar bagi sektor perbankan dan dunia usaha.

Baca juga:

Salah satunya adalah penempatan likuiditas negara ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang totalnya kini telah mencapai Rp276 triliun. Namun, menurut Josua, keberhasilan kebijakan tersebut masih bergantung pada seberapa kuat sisi permintaan (demand) bisa didorong agar aktivitas ekonomi kembali bergairah.

Ia menekankan bahwa reformasi sektoral merupakan kunci untuk menciptakan efek pengganda yang lebih optimal. Dengan begitu, tambahan likuiditas yang sudah digelontorkan pemerintah dapat terserap secara maksimal oleh sektor riil dan kemudian berujung pada peningkatan konsumsi serta investasi.

“Kata kuncinya adalah reformasi sektoral, dan reformasi ini harus dilakukan secara menyeluruh. Tidak bisa hanya mengandalkan Kementerian Keuangan, tetapi seluruh kementerian dan lembaga harus menjalankan reformasi struktural agar daya beli dan kepercayaan dari sisi investasi bisa kembali terdorong,” ujar Josua dalam acara Executive Business Luncheon by Technoz Studio di Jakarta, Jumat (5/12/2025).

Sebagai informasi, pada awal September lalu Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah menyalurkan dana negara yang sebelumnya disimpan di Bank Indonesia (BI) kepada lima bank milik negara dengan total Rp200 triliun.

Rinciannya, Bank Mandiri, BRI, dan BNI masing-masing menerima Rp55 triliun, sementara Bank BTN mendapatkan Rp25 triliun dan BSI sebesar Rp10 triliun. Terbaru, pemerintah kembali menambahkan likuiditas ke sejumlah bank dengan total Rp7 triliun, sehingga total aliran dana kini menembus Rp276 triliun.

Meski berbagai intervensi fiskal dan moneter telah diberikan, Josua menilai hal tersebut belum cukup mengerek daya beli secara signifikan, terutama bagi kelompok kelas menengah yang menjadi penopang utama konsumsi nasional.

Ia menjelaskan bahwa pendapatan riil masyarakat belum mengalami peningkatan berarti, salah satunya dipengaruhi oleh produktivitas yang tidak banyak berkembang serta semakin tingginya proporsi pekerja di sektor informal. “Karena itulah reformasi harus dijalankan. Itu kata kuncinya,” tegasnya.

Artikel Terkait