Sekilas.co – Pemerintah Papua Nugini mengumumkan bahwa Google, melalui perusahaan induknya Alphabet, akan membangun tiga kabel bawah laut berkapasitas tinggi yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh Pemerintah Australia.
Proyek strategis ini merupakan bagian dari implementasi perjanjian pertahanan bersama Australia–Papua Nugini yang dikenal sebagai Pukpuk Treaty, dan dipandang sebagai langkah penting dalam memperkuat tulang punggung infrastruktur digital nasional Papua Nugini di tengah meningkatnya persaingan geopolitik antara negara–negara Barat dan China di kawasan Pasifik.
Pengumuman tersebut disampaikan di tengah meningkatnya perhatian strategis Australia dan Amerika Serikat (AS) terhadap Papua Nugini, negara yang kaya sumber daya alam namun masih menghadapi keterbatasan infrastruktur dasar, termasuk konektivitas digital.
Bagi para perencana kebijakan dan militer di Canberra serta Washington, pembangunan kabel bawah laut ini bukan sekadar proyek sipil, melainkan bagian dari upaya memperkuat ketahanan infrastruktur yang juga memiliki implikasi langsung terhadap arsitektur keamanan regional di Pasifik.
Detail proyek kabel bawah laut
Pemerintah Papua Nugini menyebutkan, proyek yang diperkirakan bernilai sekitar 120 juta dolar AS atau setara Rp1,9 triliun itu akan membentangkan tiga kabel bawah laut yang menghubungkan wilayah utara dan selatan Papua Nugini, termasuk wilayah otonom Bougainville.
Jaringan baru ini dirancang untuk meningkatkan kapasitas data nasional sekaligus mengurangi ketergantungan pada satu jalur konektivitas utama yang selama ini membuat layanan internet dan komunikasi di Papua Nugini rentan terhadap gangguan teknis maupun bencana alam.
Pelaksana tugas Menteri Informasi dan Teknologi Komunikasi Papua Nugini, Peter Tsiamalili Jr., menegaskan bahwa pendanaan proyek sepenuhnya berasal dari komitmen Australia sebagaimana diatur dalam Pukpuk Treaty yang ditandatangani pada Oktober 2025.
“Seluruh investasi ini didanai melalui kewajiban Australia berdasarkan Pukpuk Treaty,” ujar Tsiamalili dalam pernyataan resmi yang dikutip media internasional.
Ia menjelaskan, keberadaan tiga kabel bawah laut tersebut akan menghilangkan risiko single point of failure dalam sistem komunikasi nasional, sekaligus meningkatkan daya tarik Papua Nugini bagi perusahaan teknologi global dan pelaku bisnis digital internasional yang selama ini enggan berinvestasi akibat keterbatasan infrastruktur jaringan.
Tsiamalili juga mengungkapkan bahwa dirinya baru-baru ini bertemu dengan diplomat Australia dan Amerika Serikat di kantor Google di Sydney untuk membahas detail teknis serta koordinasi lintas pihak terkait proyek tersebut. Hingga kini, Google Australia belum memberikan pernyataan resmi terkait proyek di Papua Nugini, sementara Departemen Luar Negeri Australia juga belum menanggapi permintaan komentar media.
Pukpuk Treaty dan kepentingan strategis kawasan
Pukpuk Treaty yang disepakati antara Australia dan Papua Nugini memberikan akses bagi personel pertahanan Australia terhadap sistem komunikasi Papua Nugini, termasuk stasiun satelit dan infrastruktur kabel bawah laut. Kesepakatan ini disetujui kabinet Papua Nugini pada awal Oktober 2025 dan dipandang sebagai langkah strategis Australia untuk membatasi perluasan pengaruh keamanan China di kawasan Pasifik.
Menurut Tsiamalili, proyek kabel bawah laut ini mencerminkan komitmen bersama kedua negara untuk memperkuat keamanan digital, stabilitas regional, serta pembangunan nasional Papua Nugini. Pemerintah Australia sendiri secara terbuka mempromosikan Pukpuk Treaty sebagai instrumen utama untuk memperdalam kerja sama pertahanan dengan negara–negara Pasifik, setelah sebelumnya menandatangani perjanjian serupa dengan beberapa negara di kawasan tersebut.
Australia dan Amerika Serikat memandang Papua Nugini sebagai wilayah strategis karena letaknya yang dekat dengan jalur pelayaran utama di utara Australia serta posisinya sebagai pintu masuk ke Samudra Pasifik dan Asia Tenggara. Para analis keamanan menilai, di tengah meningkatnya kehadiran China di Pasifik, investasi infrastruktur digital yang didukung sekutu Barat menjadi salah satu cara untuk memastikan arus data dan komunikasi regional tidak sepenuhnya bergantung pada jaringan yang dibangun atau dikendalikan Beijing.
Keterkaitan dengan proyek Google lain dan dampak jangka panjang
Proyek kabel bawah laut di Papua Nugini ini juga terhubung dengan strategi jangka panjang Google untuk memperkuat jaringan data di kawasan Indo-Pasifik, yang kerap disebut sebagai perluasan rute Pacific Connect. Dalam kerangka tersebut, Google berencana membangun pusat data atau data hub di Pulau Christmas, wilayah Australia di Samudra Hindia yang memiliki nilai strategis dalam arsitektur pertahanan Australia dan negara–negara sekutunya.
Dua kabel tambahan direncanakan akan menghubungkan Pulau Christmas dengan sejumlah kota di Australia yang menjadi lokasi pangkalan pertahanan utama, termasuk yang juga digunakan oleh militer Amerika Serikat. Google sebelumnya menyatakan bahwa pusat data di Pulau Christmas akan dihubungkan melalui sistem kabel tambahan ke Afrika dan Asia, guna meningkatkan ketahanan dan redundansi infrastruktur internet global.
Dengan demikian, jaringan kabel bawah laut di Papua Nugini berpotensi menjadi bagian dari pola konektivitas yang lebih luas yang menghubungkan Australia, Pasifik, Asia, hingga kawasan lain di dunia.
Tsiamalili menilai, keberadaan jaringan kabel bawah laut bertaraf internasional ini akan membuka peluang baru bagi perekonomian digital Papua Nugini, mulai dari layanan komputasi awan, pusat data, hingga perdagangan digital lintas negara. Dengan konektivitas yang lebih andal dan tidak lagi bergantung pada satu jalur utama, Papua Nugini diharapkan mampu menarik lebih banyak investor teknologi dan mempercepat transformasi ekonomi digital nasional.





