Sekilas.co – Produsen makanan dan minuman terbesar di dunia, Nestle SA, mengumumkan rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 16.000 karyawan secara global sebagai bagian dari strategi efisiensi besar-besaran dan upaya memulihkan kepercayaan investor.
Langkah ini disampaikan langsung oleh CEO baru Nestle, Philipp Navratil, pada Kamis, 16 Oktober 2025, waktu setempat. Menurut Navratil, langkah restrukturisasi tersebut mencakup sekitar 5,8 persen dari total 277.000 karyawan yang dimiliki perusahaan.
Rincian pemangkasan meliputi 12.000 posisi white-collar atau karyawan kantor pusat yang akan dihapus dalam dua tahun ke depan, serta 4.000 posisi tambahan di sektor manufaktur dan rantai pasok. Rencana ini menjadi bagian dari inisiatif efisiensi global yang diharapkan mampu menghemat 3 miliar franc Swiss atau sekitar US$3,77 miliar hingga akhir 2027, naik dari target semula sebesar 2,5 miliar franc.
“Dunia berubah, dan Nestle harus berubah lebih cepat,” ujar Navratil dalam pernyataannya yang dikutip Reuters, Jumat, 17 Oktober 2025.
Setelah pengumuman tersebut, saham Nestle melonjak sekitar 8 persen pada awal perdagangan, menandakan kepercayaan pasar terhadap strategi baru Navratil.
Perusahaan yang memproduksi berbagai merek terkenal seperti KitKat, Nespresso, dan Maggi ini memang tengah menghadapi periode turbulensi manajerial. Navratil resmi menggantikan Laurent Freixe, CEO sebelumnya yang diberhentikan pada September akibat skandal hubungan pribadi dengan bawahannya. Tak lama kemudian, Ketua Dewan Paul Bulcke juga mengundurkan diri lebih awal dan posisinya diisi oleh Pablo Isla, mantan CEO Inditex, perusahaan induk Zara.
Meski tengah berbenah, kinerja operasional Nestle menunjukkan sinyal positif. Perusahaan mencatat pertumbuhan volume penjualan (real internal growth / RIG) sebesar 1,5 persen pada kuartal III/2025, jauh melampaui proyeksi analis yang hanya sebesar 0,3 persen. Capaian ini memperkuat kepercayaan diri manajemen untuk menerapkan strategi pertumbuhan berbasis volume.
“Kami sedang membangun budaya berorientasi kinerja yang tidak menerima kehilangan pangsa pasar dan menghargai kemenangan,” tegas Navratil.
Selain fokus pada efisiensi, Nestle juga tengah melakukan kajian strategis terhadap beberapa lini bisnis berpertumbuhan rendah, termasuk air minum kemasan, minuman premium, serta produk vitamin dan suplemen.
Dalam panduan kinerja 2025, Nestle tetap mempertahankan proyeksi pertumbuhan penjualan organik yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Margin laba operasi diperkirakan akan berada di kisaran 16 persen atau lebih tinggi, dengan target jangka menengah minimal 17 persen.
Namun, tekanan terhadap margin laba masih terasa, terutama akibat kebijakan tarif impor Amerika Serikat sebesar 39 persen terhadap produk Swiss yang mulai berlaku pada Agustus 2025. Kebijakan ini, yang diinisiasi di bawah pemerintahan Donald Trump, disebut turut menekan biaya produksi dan rantai pasok Nestle secara global.
Dari total target penghematan, sekitar 700 juta franc Swiss akan direalisasikan pada 2025, sementara porsi terbesar diharapkan terealisasi pada 2026 hingga 2027.
Secara keseluruhan, penjualan organik Nestle meningkat 4,3 persen pada kuartal III/2025, melampaui estimasi pasar sebesar 3,7 persen. Pertumbuhan ini terutama ditopang oleh produk kopi dan cokelat, sementara pasar Tiongkok menjadi titik lemah perusahaan.
CFO Nestle Anna Manz mengakui strategi distribusi di China selama ini terlalu agresif dan kini tengah dikoreksi.
“Kami sedang memperbaiki pendekatan tersebut dan fokus membangun permintaan konsumen yang lebih berkelanjutan,” ujar Manz.
Langkah efisiensi besar-besaran ini menunjukkan tekad Nestle untuk memperkuat posisi finansial dan mempertahankan pertumbuhan di tengah gejolak global serta ketatnya kebijakan perdagangan internasional.





