Kemendagri Soroti Lemahnya Kesiapan Pemda Setelah 140 Kali Rapat Pengendalian Inflasi

foto/istimewa

Sekilas.co – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Tomsi Tohir, menyoroti lemahnya kesiapan pemerintah daerah (Pemda) dalam menghadapi kenaikan harga berbagai komoditas pangan strategis, seperti cabai, bawang, ayam ras, dan telur ayam ras. Padahal, sejak 2022, pemerintah pusat bersama pemerintah daerah dan kementerian terkait telah melaksanakan tidak kurang dari 140 kali rapat koordinasi pengendalian inflasi.

Dalam Rapat Koordinasi Inflasi Daerah yang digelar di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (6/10/2025), Tomsi menegaskan bahwa rapat-rapat tersebut seharusnya memberikan pembelajaran dan pemahaman yang kuat bagi pemerintah daerah dalam mengantisipasi gejolak harga di lapangan. Namun, menurutnya, hasil dari ratusan kali rapat itu belum diikuti dengan kesiapan nyata dan langkah konkret di tingkat daerah.

Baca juga:

“Saya ingin menjelaskan sedikit bahwa sejak 22 September 2022, kita sudah melaksanakan rapat kurang lebih 140 kali. Itu ada datanya. Tapi kalau dari 140 kali rapat ini tidak ada pelajaran yang diambil, maka ada yang salah dalam cara kita menyimak dan menerapkan hasil pembahasan tersebut,” ujar Tomsi.

Ia memaparkan data harga pangan selama bulan September 2025 yang menunjukkan tren kenaikan harga cabai merah dan cabai rawit dari minggu pertama hingga minggu terakhir. Menurutnya, kondisi ini semestinya bisa diprediksi dan diantisipasi lebih awal oleh pemerintah daerah.

“Dari data tiga tahun terakhir saja, sebenarnya sudah terlihat jelas pola kenaikan harga pangan musiman. Dengan 140 kali rapat, saya harapkan tim teknis daerah dan kepala dinas yang berkaitan sudah memahami kapan harga cabai naik, kapan bawang naik, dan kapan musim panen atau paceklik terjadi. Kalau rapat-rapat ini disimak dan ditindaklanjuti dengan baik, mestinya sudah ada langkah pencegahan yang dilakukan,” tegasnya.

Tomsi menilai masih banyak kepala daerah dan dinas terkait yang belum memiliki sistem antisipasi dan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang jelas untuk mengendalikan inflasi pangan. Ia meminta agar setiap daerah memiliki rencana kerja konkret dan berbasis data dalam merespons perubahan harga di pasar.

“Coba lihat tren harga cabai merah dari minggu ke minggu di bulan September. Jumlah kabupaten dan kota yang melaporkan kenaikan terus bertambah. Padahal, seharusnya sudah hapal pola ini karena terjadi berulang tiap tahun. Kalau data tiga tahun ke belakang dipelajari dengan baik, mestinya bisa diprediksi bulan depan komoditas apa yang akan naik,” jelasnya.

Lebih lanjut, Tomsi menekankan pentingnya meningkatkan kecerdasan analitis dan kemampuan perencanaan jangka panjang di kalangan pejabat daerah untuk menjaga stabilitas harga pangan. Ia juga mengingatkan agar setiap pemerintah daerah lebih peka terhadap data dan kondisi lapangan, serta tidak hanya mengandalkan rapat tanpa tindak lanjut nyata.

“Lihat grafiknya, cabai merah naik, ayam ras naik, telur ayam ras juga naik terus hingga di 175 kota dan kabupaten. Cabai rawit pun sama. Ini menunjukkan bahwa kepekaan kita terhadap data dan pekerjaan harus benar-benar diasah. Jangan menunggu harga naik dulu baru bergerak,” tegas Tomsi.

Pernyataan Tomsi menjadi pengingat penting bagi pemerintah daerah bahwa pengendalian inflasi tidak hanya sebatas koordinasi administratif, melainkan juga menuntut kemampuan analisis data, ketepatan waktu intervensi, dan kesigapan kebijakan lapangan agar gejolak harga tidak terus membebani masyarakat.

Artikel Terkait