Sekilas.co – Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai proyek kereta cepat hingga Surabaya bukan merupakan kebutuhan mendesak. Apalagi, PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI masih ikut mencicil utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB).
“Pembangunan Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) adalah keinginan Presiden Joko Widodo, bukan kebutuhan masyarakat. Karena itu, muncul pro dan kontra sekarang,” ujar Djoko dalam keterangan tertulis, Ahad, 9 November 2025.
Menurut Djoko, rencana pembangunan kereta cepat sampai Surabaya sebaiknya dikaji lebih dalam oleh pemerintah. Sebab, meskipun proyek tersebut berpotensi meningkatkan konektivitas dan ekonomi, tetap ada tantangan yang harus dihadapi.
Ia menambahkan, infrastruktur transportasi di Pulau Jawa sudah jauh lebih maju dibandingkan wilayah lain di Indonesia. Jalan tol dari Merak (Banten) hingga Probolinggo (Jawa Timur) telah memberikan kemudahan mobilitas barang dan orang.
“Waktu tempuh bisa memangkas hingga 50 persen dibanding lewat jalan nasional,” ujarnya.
Djoko memaparkan, panjang jalan tol di Pulau Jawa mencapai 1.838,06 kilometer atau 59,4 persen dari total panjang jalan tol di Indonesia, yakni 3.092,79 kilometer berdasarkan data Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat per Agustus 2025.
Jalan tol tersebut terdiri dari Tol Trans Jawa (1.065,49 km), Tol Jabodetabek dan JORR (379,84 km), serta Tol Non-Trans Jawa (392,73 km).
Selain itu, kata Djoko, jaringan jalur kereta api di Pulau Jawa sudah dibangun hampir ke seluruh kota dan kabupaten sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, kecuali Kota Salatiga di Jawa Tengah. Namun, setelah kemerdekaan Indonesia, sebagian jalur rel tidak lagi dioperasikan.
“Di balik proyek ambisius kereta cepat, masih ada kota dan kabupaten di Pulau Jawa yang belum memiliki transportasi umum modern,” katanya.
Dari total 85 kabupaten di Pulau Jawa, baru empat kabupaten yang memiliki transportasi modern, yakni Kabupaten Banyumas, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Tuban, dan Kabupaten Bangkalan.
Sementara itu, angkutan pedesaan yang masih beroperasi hanya sekitar 5 persen dengan usia armada rata-rata di atas 10 tahun, dari total 24.772 desa di Pulau Jawa.
Menurut Djoko, rendahnya minat terhadap angkutan pedesaan disebabkan oleh kemudahan membeli kendaraan pribadi, baik sepeda motor maupun mobil, ditambah dengan persaingan transportasi daring, peningkatan kepemilikan kendaraan pribadi, dampak pandemi Covid-19, serta kondisi ekonomi masyarakat.
“Kereta cepat hingga Surabaya itu lebih merupakan keinginan. Yang dibutuhkan Pulau Jawa saat ini adalah pondasi transportasi yang kuat dan merata,” ujar Djoko.
Ia menegaskan bahwa tantangan terbesar yang belum terselesaikan adalah integrasi transportasi di kawasan perkotaan, pedesaan, dan permukiman. Karena itu, pembenahan transportasi umum jauh lebih mendesak.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto berjanji bahwa utang kereta cepat Jakarta–Bandung akan dibayar pemerintah sebesar Rp 1,2 triliun per tahun.
“Saya akan tanggung jawab nanti Whoosh semuanya. Indonesia bukan negara sembarangan. Saya hitung enggak ada masalah,” ujar Prabowo saat meresmikan Stasiun Tanah Abang Baru di Jakarta Pusat, Selasa, 4 November 2025.
Menurut Prabowo, proyek kereta cepat Whoosh tidak seharusnya dinilai dari segi untung atau rugi. “Semua transportasi publik di dunia tidak mempermasalahkan untung, tapi manfaat untuk rakyat,” katanya.




