Sekilas.co – Bursa saham Amerika Serikat (Wall Street) ditutup melemah pada perdagangan Kamis (30/10/2025) waktu setempat. Pelemahan ini terjadi seiring meningkatnya kekhawatiran investor terhadap pengeluaran besar perusahaan teknologi untuk pengembangan kecerdasan buatan (AI) yang dinilai dapat menekan margin laba. Selain itu, nada hawkish dari Federal Reserve (The Fed) turut menambah tekanan terhadap sentimen pasar.
Berdasarkan data Reuters, Jumat (31/10/2025), indeks S&P 500 ditutup turun 68,43 poin atau 0,99% ke posisi 6.822,16. Nasdaq Composite anjlok 377,33 poin atau 1,57% ke level 23.581,14, sementara Dow Jones Industrial Average melemah 113,38 poin atau 0,24% menjadi 47.518,62.
Penurunan tajam terjadi terutama pada saham sektor teknologi besar. Saham Meta Platforms tertekan setelah perusahaan media sosial tersebut memperkirakan belanja modal (capital expenditure/capex) akan meningkat signifikan tahun depan untuk mendukung investasi di bidang AI.
Sementara itu, saham Microsoft juga jatuh setelah perusahaan melaporkan belanja modal rekor hampir US$35 miliar pada kuartal pertama tahun fiskal. Microsoft memperingatkan bahwa pengeluaran modal akan terus meningkat sepanjang tahun seiring upaya memperluas kapasitas komputasi awan dan infrastruktur AI-nya.
Alphabet Menguat, Tapi Pasar Tetap Tertekan
Berbeda dengan Meta dan Microsoft, saham Alphabet Inc., induk perusahaan Google, justru menguat karena pendapatan iklan dan layanan cloud yang stabil, sehingga kinerjanya melampaui perkiraan analis. Namun, penguatan Alphabet tidak mampu menahan tekanan jual di sektor teknologi secara keseluruhan.
Pelemahan pasar juga dipicu oleh hasil pertemuan The Fed pada Rabu (29/10/2025) yang memutuskan pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, sesuai ekspektasi pasar. Meski demikian, Ketua The Fed Jerome Powell menyampaikan bahwa pemangkasan lanjutan pada Desember belum menjadi keputusan pasti, menandakan sikap lebih berhati-hati dan bernada hawkish dari bank sentral AS tersebut.
Pernyataan Powell membuat ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga tambahan turun menjadi sekitar 70%, dari lebih 90% di awal pekan.
“Investor sedang bersikap risk-off setelah pasar naik tinggi. S&P 500 sudah mendekati rekor tertinggi, tapi pendapatan sektor teknologi tidak memenuhi ekspektasi yang besar,” ujar Lindsey Bell, Kepala Strategi di 248 Ventures, Charlotte, North Carolina, dikutip dari Reuters.
Bell juga menyoroti kekhawatiran investor atas data ekonomi yang terbatas akibat sebagian operasi pemerintahan AS yang masih shutdown, serta sikap The Fed yang semakin tegas mempertahankan kebijakan ketat.
“Microsoft, Meta, dan Alphabet sejauh ini belum mampu memberikan kejelasan signifikan kapan investasi besar mereka di AI akan menghasilkan keuntungan nyata,” tambahnya.
Bell memperkirakan, laporan kinerja Apple dan Amazon, yang akan dirilis setelah penutupan pasar, kemungkinan tidak akan memberikan kejutan besar atau kepastian baru bagi investor.
84 Persen Emiten S&P 500 Lampaui Ekspektasi, Tapi Tekanan Masih Ada
Meski pasar melemah, data dari LSEG (London Stock Exchange Group) menunjukkan bahwa dari 222 perusahaan dalam indeks S&P 500 yang telah melaporkan hasil keuangan, 84,2% di antaranya melampaui estimasi laba hingga Rabu (29/10/2025). Angka ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata 77% dalam empat kuartal terakhir, menandakan kinerja korporasi masih solid secara fundamental.
Namun demikian, penurunan pada Kamis terjadi setelah ketiga indeks utama mencatat rekor tertinggi dalam empat sesi sebelumnya, didorong oleh optimisme terhadap laporan keuangan kuartalan serta harapan kebijakan moneter yang lebih longgar.
Optimisme terhadap pengembangan AI juga menjadi salah satu pendorong utama kenaikan pasar saham AS sepanjang tahun ini, di mana perusahaan teknologi besar kini menyumbang sekitar 35% bobot S&P 500.
Nvidia dan Sentimen Global
Saham Nvidia, produsen chip terbesar untuk teknologi AI, juga melemah setelah sehari sebelumnya sempat melonjak dan mencatatkan tonggak sejarah sebagai perusahaan publik pertama dengan kapitalisasi pasar menembus US$5 triliun.
Sementara itu, kabar baik dari sektor perdagangan global tampaknya tidak cukup kuat untuk menopang pasar. Kesepakatan dagang yang telah lama dinanti antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping hanya memberi dampak terbatas terhadap sentimen investor.
Dalam kesepakatan tersebut, Trump dikabarkan menyetujui pengurangan sejumlah tarif impor China sebagai imbalan atas kelanjutan pembelian kedelai, ekspor logam tanah jarang, dan pengendalian perdagangan fentanyl oleh China.
Namun, pasar tetap dingin terhadap berita tersebut.
“Ketika kabar baik datang tetapi pasar tidak bereaksi, itu menandakan bahwa berita tersebut kemungkinan sudah tercermin dalam harga,” kata Jack McIntyre, Manajer Portofolio di Brandywine Global.
Dengan berakhirnya perdagangan Kamis yang lesu, investor kini menanti laporan kinerja Apple dan Amazon, serta pernyataan lanjutan dari The Fed, untuk mencari petunjuk arah pasar ke depan di tengah dinamika inflasi dan ketidakpastian kebijakan moneter.





