Sekilas.co – Enron dikenal sebagai perusahaan utilitas dan perdagangan energi asal Houston, Texas. Perusahaan ini pernah dipuji sebagai salah satu yang paling sukses di Amerika Serikat, bahkan menjadi simbol inovasi di sektor energi dan keuangan. Kesuksesan tersebut tercermin dari reputasinya sebagai perusahaan yang agresif, inovatif, dan mampu menguasai berbagai lini bisnis mulai dari distribusi energi hingga perdagangan komoditas.
Namun di balik itu, para eksekutifnya memakai praktik akuntansi menyesatkan untuk menaikkan pendapatan di atas kenyataan. Demikian dilansir Investopedia. Praktik tersebut dilakukan secara sistematis oleh jajaran petinggi melalui skema keuangan yang kompleks dan sulit dilacak oleh investor maupun regulator.
Saat penipuan itu terbongkar, posisi Enron langsung goyah dan akhirnya perusahaan mengajukan kebangkrutan Chapter 11 pada Desember 2001, yang saat itu menjadi kebangkrutan korporasi terbesar dalam sejarah AS. Skandal ini tidak hanya menghancurkan Enron, tetapi juga mengguncang industri keuangan dan memicu reformasi besar dalam regulasi akuntansi.
1. Perkembangan dan Kebangkitan Enron
Enron berdiri pada 1986 setelah merger antara Houston Natural Gas dan InterNorth. Di bawah kepemimpinan Kenneth Lay, perusahaan mendorong ekspansi besar-besaran ke perdagangan energi dan layanan utilitas. Lay kemudian menunjuk Jeffrey Skilling pada 1990 untuk memimpin unit keuangan yang baru dibentuk, dan keputusan ini menjadi awal perubahan model bisnis Enron.
Memasuki akhir 1990-an, Enron semakin agresif dan berkembang menjadi pemain global di industri energi. Mereka meluncurkan platform perdagangan Enron Online pada 1999, sebuah platform yang memungkinkan transaksi energi dilakukan sepenuhnya lewat internet. Platform ini menjadikan Enron sebagai pionir dalam perdagangan digital komoditas.
Selain itu, Enron memperluas bisnis distribusi gas alam di Amerika Utara dan Eropa, menyediakan layanan broadband untuk pengiriman data, hingga membangun jaringan pipa yang bisa terkoneksi dengan pihak ketiga. Pertumbuhan bisnis tersebut membuat Enron tampak seperti perusahaan energi masa depan.
Dari luar, Enron terlihat seperti perusahaan yang sedang melesat. Namun, di dalamnya tersembunyi kerugian besar dan utang yang ditutupi lewat skema akuntansi rumit, seperti special purpose entities (SPE) dan mark-to-market accounting. Melalui SPE, Enron menyembunyikan utang, sementara mark-to-market digunakan untuk mencatat keuntungan yang belum terealisasi seolah-olah sudah menjadi pendapatan.
Akibatnya, harga saham Enron yang sempat mencapai 90,75 dolar AS akhirnya jatuh drastis menjadi 0,26 dolar AS setelah skandal terungkap.
2. Di Balik Skandal Enron
Sebelum skandal pecah, Enron memang sedang berada di puncak. Perusahaan menjadi penyedia gas alam terbesar di Amerika Utara sejak 1992 dan terus memperluas pasar, termasuk melalui merger dengan Wessex Water pada 1998.
Harga sahamnya pun meroket sepanjang 1999–2000, jauh melampaui kinerja pasar secara umum. Namun, sinyal masalah mulai muncul pada 2001. Kenneth Lay mundur sebagai CEO dan digantikan Jeffrey Skilling, meski Skilling kemudian mundur hanya enam bulan setelah menjabat.
Pada saat yang sama, divisi Enron Broadband mencatat kerugian besar. Lay juga diketahui menjual saham perusahaan bernilai jutaan dolar, sementara di sisi lain dia mendorong karyawan untuk terus membeli saham Enron, yang membuat banyak pegawai kehilangan tabungan pensiun ketika perusahaan runtuh.
Di internal perusahaan, Sherron Watkins, wakil presiden Enron, menyampaikan kekhawatirannya terkait praktik akuntansi perusahaan. Dia menuliskan laporannya dan menyerahkannya kepada Lay. Temuannya kemudian ditinjau oleh firma hukum eksternal dan akuntan perusahaan, meski hasilnya tidak menunjukkan adanya masalah menurut kedua pihak, sehingga peringatan tersebut diabaikan.
Pada Oktober 2001, Enron mengumumkan kerugian kuartal ketiga sebesar 618 juta dolar AS dan menyatakan harus mengoreksi laporan keuangan sejak 1997 hingga 2000 akibat pelanggaran akuntansi. Pengumuman ini menjadi awal runtuhnya kepercayaan publik.
3. Kebangkrutan
Situasi semakin memburuk ketika lembaga pemeringkat menurunkan peringkat kredit Enron menjadi junk pada 28 November 2001. Pada hari yang sama, Dynegy, perusahaan energi yang sebelumnya menjajaki merger dengan Enron, menghentikan seluruh pembicaraan. Harga saham Enron pun turun ke level 0,61 dolar AS.
Enron Eropa menjadi bagian pertama yang bangkrut pada 30 November, disusul seluruh Enron dua hari kemudian. Pada awal tahun berikutnya, perusahaan memutus kerja sama dengan auditor Arthur Andersen setelah terungkap adanya instruksi penghancuran dokumen audit.
Pada 2006, Enron menjual aset terakhirnya, Prisma Energy, dan setahun kemudian berganti nama menjadi Enron Creditors Recovery Corporation untuk menyelesaikan kewajiban kepada kreditur. Setelah keluar dari proses kebangkrutan pada 2004, dewan direksi baru menempuh jalur hukum terhadap 11 institusi keuangan yang dinilai membantu menyamarkan praktik curang perusahaan.
Dari serangkaian penyelesaian hukum, Enron menerima hampir 7,2 miliar dolar AS dari sejumlah bank besar.
Dalam proses hukum terhadap para eksekutif, Kenneth Lay dinyatakan bersalah atas sejumlah dakwaan penipuan tetapi meninggal dunia sebelum dijatuhi hukuman. Jeffrey Skilling menerima hukuman 24 tahun 4 bulan penjara sebelum hukumannya dipotong 10 tahun pada 2013. Sementara itu, Andy Fastow dan istrinya, Lea, juga mengaku bersalah atas berbagai dakwaan, dengan Fastow menjalani 10 tahun penjara tanpa pembebasan bersyarat.




