SPKS Dorong Perbaikan Sistem Pasar Kredit untuk Petani Sawit

foto/istimewa

sekilas.co – Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mendorong perbaikan sistem pasar penjualan kredit keberlanjutan bagi petani sawit mandiri agar manfaat ekonomi dari sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dapat dirasakan secara adil.

“SPKS menyuarakan keprihatinan atas kendala yang dialami anggota dalam mengakses manfaat ekonomi dari sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil atau RSPO,” kata Ketua Umum SPKS, Sabarudin, dalam keterangan di Jakarta, Minggu.

Baca juga:

Menurutnya, meskipun petani sawit mandiri telah memperoleh sertifikat RSPO, mereka masih kesulitan menjual kredit keberlanjutan, sehingga menghambat realisasi insentif bagi mereka.

“Sebagai contoh, Koperasi Produsen Perkebunan Persada Engkersik Lestari di Kalimantan Barat, anggota SPKS, yang telah bersertifikasi RSPO sejak 2024, meski berstatus pembeli kredit RSPO, belum dapat menjual kredit yang dimilikinya sampai berakhirnya masa sertifikat,” ujarnya.

Sabarudin menyebut masalah ini merupakan isu mendesak yang memerlukan perhatian serius dari para pemangku kepentingan, terutama pihak RSPO, karena petani telah berinvestasi sumber daya dan biaya besar untuk memenuhi standar keberlanjutan RSPO.

“Kami merasa kecewa ketika upaya tersebut tidak diikuti dengan manfaat ekonomi yang dijanjikan melalui penjualan kredit,” kata Sabarudin.

Hal itu menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas sistem kredit seperti yang disampaikan RSPO selama ini. SPKS menilai perlu evaluasi terhadap sistem kredit RSPO agar lebih efektif dan inklusif bagi seluruh petani sawit, khususnya yang telah berkomitmen menerapkan praktik berkelanjutan.

Sabarudin juga mendorong agar sekretariat RSPO memperkuat peran fasilitasi antara pembeli kredit dan petani sawit, sehingga transaksi berjalan transparan, adil, dan memberi manfaat ekonomi merata.

Dia menekankan, jika situasi ini berlanjut, petani sawit kecil berpotensi kehilangan dorongan untuk berkomitmen pada produksi minyak sawit berkelanjutan bersertifikat RSPO.

Menurut SPKS, kondisi ini berisiko membuat sistem sertifikasi RSPO tampak lebih menguntungkan perusahaan besar yang memiliki jalur rantai pasok langsung.

“Kendala ini dapat mengurangi manfaat ekonomi yang seharusnya diterima petani kecil atas komitmen mereka terhadap keberlanjutan. Dalam jangka panjang, hal ini bisa menghambat upaya kita bersama untuk menciptakan inklusivitas dalam sektor sawit berkelanjutan di Indonesia,” tambah Sabarudin.

Menyikapi hal itu, SPKS meminta agar konferensi RSPO di Kuala Lumpur pada 3–5 November 2025 memberikan ruang khusus untuk membahas dan meninjau ulang mekanisme penjualan kredit RSPO bagi petani sawit mandiri.

RSPO merupakan sistem sertifikasi global yang menjamin produksi dan pasokan minyak sawit berkelanjutan. Sertifikasi ini memastikan praktik perkebunan yang bertanggung jawab, termasuk menghindari deforestasi dan melindungi hak-hak pekerja.

Organisasi ini melibatkan produsen, pengolah, pedagang, hingga pengguna akhir minyak sawit. SPKS, sebagai anggota RSPO, tetap berkomitmen mendorong anggotanya ikut dalam sertifikasi RSPO.

Artikel Terkait