Suku Bunga Longgar Jadi Momentum, GMFI hingga PANI Ramai Gelar Rights Issue

foto/istimewa

Sekilas.co – Sejumlah emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai menggencarkan aksi penambahan modal melalui rights issue (Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu/HMETD) menjelang akhir tahun 2025. Langkah ini dilakukan untuk memanfaatkan momentum pelonggaran suku bunga yang saat ini menjadi sentimen positif di pasar modal.

Berdasarkan keterbukaan informasi BEI, PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk. (GMFI), anak usaha PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA), akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 124,26 miliar saham Seri B dengan nilai nominal Rp25 per lembar dalam aksi rights issue-nya.

Baca juga:

Dalam aksi tersebut, PT Angkasa Pura Indonesia (API) akan berpartisipasi dengan menyetorkan aset berupa lahan (inbreng) senilai Rp5,66 triliun kepada GMFI.

“Dalam upaya meningkatkan dan mengembangkan usaha, perseroan senantiasa melakukan perbaikan posisi ekuitas, salah satunya melalui rencana penambahan modal dengan HMETD,” tulis Manajemen GMFI dalam keterbukaan informasi, dikutip dari Bisnis, Minggu (26/10/2025).

Tak hanya GMFI, sejumlah emiten lain juga tengah bersiap menghimpun dana segar melalui skema serupa.
Emiten properti milik konglomerat Hermanto Tanoko, PT Jaya Sukses Makmur Sentosa Tbk. (RISE), berencana menerbitkan 1,33 miliar saham baru.

Sementara itu, PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. (PANI), hasil kolaborasi Grup Agung Sedayu dan Grup Salim, menargetkan perolehan dana hingga Rp16,7 triliun dari penerbitan sebanyak 1,21 miliar saham baru.

Adapun PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk. (INET) akan menggelar rights issue jumbo senilai maksimal Rp3,2 triliun, dengan rencana menerbitkan 12,8 miliar saham baru.

Hingga saat ini, BEI mencatat sebanyak 10 emiten telah melaksanakan rights issue sepanjang 2025, dengan total perolehan dana mencapai Rp16,63 triliun.
Namun, angka ini masih tergolong lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, pada 2024 nilai penghimpunan dana melalui rights issue mencapai Rp34,41 triliun, sedangkan pada 2023 mencapai Rp51,37 triliun.

Menurut Equity Research Analyst Panin Sekuritas, Felix Darmawan, tren penurunan aktivitas rights issue sudah terlihat sejak dua tahun terakhir.

“Pada 2023 sempat ramai karena banyak emiten membutuhkan tambahan modal pasca-pandemi untuk ekspansi dan memperbaiki struktur permodalan. Namun, memasuki 2024 hingga tahun ini, minat rights issue menyusut karena tingginya suku bunga acuan,” jelas Felix.

Ia menuturkan, kondisi tersebut disebabkan tingginya BI Rate dan kebijakan ketat The Fed, yang membuat investor lebih memilih instrumen aman seperti deposito dan obligasi dibanding menyetor dana tambahan ke emiten.

Kini, momentum mulai berubah seiring pelonggaran kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) dan The Fed.
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) 17 September 2025, BI telah menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) menjadi 4,75%, level terendah sejak Oktober 2022. Penurunan ini merupakan pemangkasan kelima sepanjang 2025.

“Dengan pemangkasan suku bunga BI, peluang rights issue mulai terbuka kembali. Biaya modal (cost of equity) menjadi lebih kompetitif, dan jika pasar saham bergairah, emiten akan lebih percaya diri mengeksekusi rights issue dengan valuasi yang lebih menarik,” ujar Felix.

Sementara itu, Pengamat Pasar Modal Indonesia, Reydi Octa, menilai penurunan suku bunga akan menjadi pemicu kebangkitan aksi korporasi di bursa.

“Dengan tren suku bunga yang mulai turun, potensi rights issue meningkat. Tapi tantangannya tetap besar, emiten harus bisa menawarkan prospek pertumbuhan yang jelas dan menjaga kepercayaan investor agar aksi tersebut berhasil,” tutur Reydi.

Artikel Terkait